RSS

Blue print skala Self-efficacy dan Keberhasilan berwirausaha

Blue Print Skala Self Efficacy

 

Tabel 3.6. Blue Print Skala Self Efficacy

No

Dimensi

Indikator/Item

Nomor item Jumlah item Prosentase item
1. keyakinan dan ketahanan individu dalam menyelesaikan tugas dengan tingkat kesulitan tertentu dalam berbagai macam situasi. Individu yakin dapat memecahan soal-soal yang sulit dengan berhasil jika berusaha. 1 1 10 %
Individu yakin dalam pencapaian tujuan walau ada hambatan. 2 1 10 %
Individu yakin dan memiliki kemantapan dalam pencapaian niat dan  tujuan yang direncanakan. 3 1 10 %
Individu dapat berperilaku yang tepat ketika dihadapkan situasi yang tidak terduga. 4 1 10 %
Individu dapat menanggulangi situasi baru dengan sukses. 5 1 10 %
Individu mampu merumuskan pemecahan masalah yang tepat dalam setiap persoalan. 6 1 10 %
Individu mampu memposisikan diri dengan tenang ketika berhadapan dengan situasi sulit. 7 1 10 %
Individu mampu untuk berpikir kreatif  untuk mengatasi situasi sulit. 8 1 10 %
Individu mampu mengatasi segala kecemasan dengan baik ketika dihadapkan pada situasi tidak terduga. 9 1 10 %
Individu yakin dapat mengatasi segala permasalahan dalam berbagai situasi. 10 1 10 %

Total

10 100

   Blue Print Skala Keberhasilan Berwirausaha

Tabel 3.7. Blue Print Skala Leadership Identity

No

Dimensi

Indikator

item favorable

Σ item

%

1. Motivasi Berprestasi Individu berkeinginan untuk melakukan lebih baik dalam melaksanakan tugas-tugas yang kompleks. 1, 10 2 9, 09 %
2. Memiliki Target Individu mempunyai target untuk mencapai keberhasilan usaha dengan fokus pada tugas-tugas yang sedang dikerjakan. 2, 11, 17, 22 4 18, 18 %
3. Persepsi keyakinan sukses Individu memiliki keyakinan untuk dapat berhasil dalam bisnisnya, memiliki keyakinan dapat berhasil walaupun tidak ada fakta yang mendukung keberhasilannya 4, 12, 18, 21 4 18, 18%
4. Mengharapkan umpan balik Umpan balik sebagai dorongan umpan balik dalam mengukur keberhasilan. 3, 8, 9, 15 4 18, 18%
5. Kreativitas dan inovasi Individu selalu mencoba cara baru dan berbeda dalam menyelesaikan tugas-tugasnya. 5, 7, 13, 19 4 18, 18 %
6. Motif uang sebagai simbol keberhasilan Individu menerapkan uang sebagai lambang konkret dari tercapainya tujuan dan uang sebagai ukuran individu dorongan berprestasi 6, 14, 16, 20 4 18, 18%
Total 22 100 %
 
Tinggalkan komentar

Ditulis oleh pada April 2, 2012 inci Uncategorized

 

Jurnal Referensi Self Efficacy Entrepreneurship

Di bawah ini adalah jurnal referensi. Klik masing-masing untuk mendownload.

Jurnal2

Jurnal3

Jurnal4

jurnal 6

Jurnal 7

jurnal 8

 
Tinggalkan komentar

Ditulis oleh pada April 2, 2012 inci Uncategorized

 

Identifikasi Variabel

  1. Variabel Bebas/Independent Variable (X):

Variabel yang dipandang sebagai penyebab kemunculan variabel terikat yang atau diduga sebagai akibatnya. Dalam penelitian ini variabel independen adalah self efficacy.

  1.  Variabel Terikat/Dependent  Variable (Y):

Variabel dependen disebut juga sebagai variabel output, kriteria, konsekuen, atau dalam bahasa Indonesia disebut variabel terikat atau variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat karena adanya variabel independen (Sugiyono, 2007). Variabel terikat adalah kondisi yang hendak dijelaskan. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah keberhasilan berwirausaha.

Hubungan antara kedua variabel tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 3.1. Identifikasi Variabel Penelitian

 

HIPOTESIS

Adapun hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah:

(HA): Ada hubungan antara self efficacy dan keberhasilan berwirausaha pada pelaku usaha mikro kecil menengah yang berhasil di kotamadya surabaya.

(Ho): Tidak ada hubungan antara self efficacy dan keberhasilan berwirausaha pada pelaku usaha mikro kecil menegah yang berhasil di kotamadya surabaya.

 
Tinggalkan komentar

Ditulis oleh pada April 2, 2012 inci Tulisanku

 

Tag: ,

What is Problem : Self-Efficacy “Entrepreneurship”

Latar Belakang Masalah

Kewirausahaan  dapat  mendukung  kesejahteraan  masyarakat  serta  memberikan banyak  pilihan  barang  dan  jasa  bagi  konsumen,  baik  dalam  maupun  luar  negeri. Meskipun  perusahaan raksasa  lebih  menarik  perhatian  publik  dan  sering  kali  menghiasi  berita  utama,  bisnis  kecil  tidak kalah penting perannya bagi kehidupan sosial dan pertumbuhan ekonomi suatu Negara. Sebagaimana dinyatakan oleh para ahli ekonomi dunia. Scumpeter (1934) yang menyatakan bahwa “wirausahawan merupakan kelompok yang menggerakkan perekonomian masyarakat” dan “menjelaskan bahwa perkembangan ekonomi menuntut adanya suatu perilaku wirausaha” (McClelland dala Sarri dan Anna, 2004). Maka dari itu peran dari wirausaha atau entrepreneurship sangatlah penting dalam membantu menyediakan lapangan kerja, menumbuh kembangkan perekonomian negara.

Betapa pentingnya kewirausahaan bagi pertumbuhan ekonomi, saat ini pemerintah berupaya dengan berbagai cara untuk menfasilitasi bertumbuh kembangnya entrepreneurship diantaranya dengan adanya pendidikan entrepreneurship education yang terus dikembangkan di perguruan tinggi dan berbagai lembaga pendidikan baik formal maupun informal melalui program dan pembinaan kewirausahaan tentang mengajarkan bagaimana mengelola suatu usaha serta memotivasi agar setelah lulus ataupun masih dalam masa studi mereka berani memutuskan untuk berwirausaha dan ini merupakan tanggung jawab bagi lembaga pendidikan untuk mendidik dan memberikan motivasi guna mencetak  young  entrepreneurs (wirausahawan muda) yang berguna di masa depan dalam membantu menumbuhkan perekonomian negara.

Selain itu bentuk dukungan lain dari pemerintah untuk masyarakat yang akan mendirikan suatu usaha ditunjukkan dengan adanya program-program peminjaman untuk dukungan modal, pembinaan – pembinaan, lomba atau kompetisi kewirausahaan, sampai pemberian penghargaan kepada UKM yang dipandang berprestasi. Tak kurang perusahaan-perusahaan BUMN (Badan Usaha Milik Negara) dan swasta ikut dilibatkan untuk mendukung program – program tersebut. Peminjaman modal dan program pembekalan wawasan kewirausahaan dimaksudkan agar masyarakat lebih tertarik untuk berwirausaha.

Entrepreneurship atau kewirausahaan tidak lepas dari usaha mikro, kecil, dan menengah. Pada dasarnya suatu usaha baru yang dibentuk seorang entrepreneur dapat berupa usaha mikro, kecil, atau menengah. Menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2008 Tentang usaha Mikro, Kecil, dan Menengah; Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria Usaha Mikro sebagaimana diatur undang-undang yaitu memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp.50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp.300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).

Usaha kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari Usaha Menengah atau Usaha Besar yang memenuhi criteria Usaha Kecil sebagaimana dimaksud dalam undang-undang yaitu memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp.50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp.500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha atau memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp.300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp.2.500.000.000,00 (dua miliar lima ratus juta rupiah).

Usaha menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan usaha dengan Usaha Kecil atau Usaha Besar dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan sebagaimana diatur dalam undang-undang yaitu memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) sampai dengan Rp.10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha atau memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp.2.500.000.000,00 (dua miliar lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp.50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah).

Dengan demikian pengelompokan apakah suatu usaha termasuk dalam usaha mikro, kecil, atau menengah tergantung pada dua faktor utama yaitu besarnya kekayaan dan besarnya hasil penjualan tahunan. Namun tidak berarti suatu usaha harus dimulai dari usaha mikro. Entrepreneur dapat saja langsung masuk dengan usaha kecil apabila persyaratan besarnya kekayaan dan besarnya hasil penjualan tahunan untuk dapat dikelompokkan sebagai usaha kecil terpenuhi. (Wijato Serian;126-127;2009)

Di Indonesia sendiri, pada tahun 2000 terdapat 39 juta unit usaha dan usaha menengah adalah sebanyak 55.000 buah. Usaha kecil menengah (UKM) mampu menyerap 74,3 juta pekerja atau 99,4% dari total pekerja yang ada. Dari data yang ada menunjukkan bahwa peran kewirausahaan cukuplah besar dalam mengatasi persoalan ekonomi. Sikap berani, disiplin serta mandiri dari sisi Entrepreneur menjadikan percepatan yang cukup signifikan dalam mengembangkan usaha yang mereka kelola.

Usaha Mikro Usaha Kecil Usaha Menengah
Besarnya kekayaan Rp.50.000.000,00(lima puluh juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha Lebih dari Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha Lebih dari Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) sampai dengan Rp.10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) tidak termauk tanah dan bangunan tempat usaha
Hasil Penjualan Tahunan Paling banyak Rp.300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah Hasil Penjualan tahunan lebih dari Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp.2.500.000.000,00 (dua miliar lima ratus juta rupiah) Hasil penjualan tahunan lebih dari Rp2.500.000.000,00 (dua miliar lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp.50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah)

Sumber: Undang-undang Replubik Indonesia Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro,    kecil, dan menengah (Wijatno Serian;128;2009)

Menurut Zimmerer, Scarborough, & Wilson, 2008 istilah entrepreneurship (kewirausahaan) baru mulai terkenal dalam kosakata bisnis pada tahun 1980-an, walaupun istilah entrepreneurship (kewirausahaan) telah muncul pada abad ke-18 ketika ekonom Prancis Richard Cantillon mengaitkan entrepreneur dengan aktivitas menanggung resiko dalam perekonomian. Pada tahun 1800-an. J.B. Say memperkenalkan istilah entrepreneurship dalam diskusi entrepreneur sebagai orang yang memindahkan sumber daya ekonomi dari area yang produktivitasnya rendah ke area yang prduktifitasnya tinggi (Wijatno Serian;02;2009)

Kata entrepreneur berasal dari bahasa prancis, entre berarti ‘antara’ dan prendre berarti ‘mengambil’. Kata ini pada dasarnya digunakan untuk menggambarkan orang-orang yang berani mengambil resiko dan memulai sesuatu yang baru. Selanjutnya pengertian entrepreneurship diperluas hingga mencakup inovasi. Melalui inovasi munculah kebaharuan yang dapat berbentuk produk baru hingga sistem distribusi baru. John Kao (1991:14) dalam Sudjana (2004:131) menyebutkan bahwa “Entrepreneurship adalah sikap dan perilaku wirausaha”. Wirausaha ialah orang yang inovatif, antisipatif, inisiatif, pengambil risiko dan berorientasi laba. Ini berarti kewirausahaan merupakan sikap dan perilaku orang yang inovatif, antisipatif, inisiatif, pengambil risiko dan berorientasi laba.

Sementara itu Menurut Brockhaus (Sari dan Anna, 2004), definisi dari Entrepreneurship yaitu: “activities connected with owning and managing a business firm”, kegiatan yang berkaitan dengan memiliki dan mengelola bisnis perusahaan. Sedangkan Schumpeter (1950) mendefinisikan, seorang pengusaha (Entrepreneur) sebagai “Envisioned that an entrepreneur is the agent who provides an economic leadership that changes the initial conditions of the economy and causes this discontinuous dynamic change”. Wirausahawan adalah seseorang yang menyediakan kepemimpinan ekonomi yang menyebabkan perubahan pada kondisi perekonomian dan perubahan dinamis yang berkelanjutan. Pendapat tersebut menegaskan bahwa wirausahawan mampu membawa perubahan kondisi ekonomi secara dinamis dan berkelanjutan kearah yang lebih baik, dengan cara mengelola bisnis atau sumber daya yang dimiliki sehingga akan menciptakan lapangan kerja dan meningkatkan perekonomian Negara.

Sedangkan dalam Inpres No. 4 tahun 1995, Entrepreneur atau kewirausahaan adalah semangat, sikap, perilaku dan kemampuan seseorang dalam menangani usaha atau kegiatan yang mengarah kepada upaya mencari, menciptakan, menerapkan cara kerja, teknologi dan produk baru dengan meningkatkan efisiensi dalam rangka memberikan pelayanan yang lebih baik dan atau memperoleh keuntungan yang lebih besar.

Ketiga definisi tentang entrepreneurship tadi nampak memiliki kesamaan, yakni tiga-tiganya mengemukakan adanya sikap dan perilaku yang terkandung dalam kewirausahaan. Dari sini dapat diketahui bahwa kewirausahaan pada dasarnya merupakan sikap dan perilaku seseorang dalam melakukan suatu kegiatan, pada dasarnya seorang entrepreneur harus mampu melihat suatu peluang dan memanfaatkannya untuk mencapai keuntungan atau manfaat bagi dirinya dan dunia sekelilingnya serta kelanjutan usahanya. Mereka harus mampu mengambil resiko dengan mengadakan pembaruan (innovation). Entrepreneur harus pandai melihat ke depan dengan mengambil pelajaran dari pengalaman di waktu yang lampau, ditambah dengan kemampuan menerima serta memanfaatkan realitas atau kenyataan yang ada di sekelilingnya. Mereka harus mampu mengoordinasi dan mendayagunakan kekuatan modal, teknologi, dan tenaga ahli untuk mencapai tujuan secara harmonis.

Berkaitan dengan Entrepreneur atau kewirausahaan penelitian ini dimaksudkan untuk menghubungkan Entrepreneur atau kewirausahaan dengan Self efficacy atau keyakinan individu terhadap kemampuan dirinya sebagai pendukung keberhasilan berwirausaha, menurut Bandura Self efficacy sendiri merupakan suatu keyakinan seseorang dalam kemampuanya untuk mengontrol fungsi dirinya dan juga lingkungannya. Seseorang dengan self efficacy yang tinggi percaya bahwa mereka dapat melakukan sesuatu yang memiliki potensi merubah apa yang terjadi di lingkungannya. Sedangkan, seseorang yang memiliki self efficacy rendah merasa bahwa dirinya tidak mampu untuk mengatasi suatu keadaan. Self efficacy dapat menjadi sarana evaluasi seseorang mengenai kemampuan atau kompetensi diri dalam melakukan suatu tugas, mencapai tujuan, atau mengatasi suatu masalah.

Pentingnya Self efficacy pada wirausahawan dapat dijadikan sebagai bentuk keyakinan diri sendiri pada fasilitas dan kemampuan individu yang tersedia untuk mendukung keberhasilan berwirausahanya, individu dengan self efficacy tinggi akan merancang suatu skenario kesuksesan yang menjadi panduan dan pedoman dalam diri untuk berperilaku, ketika gagal mereka akan mengerahkan usaha yang lebih besar dari sebelumnya, mampu mengontrol stress dalam diri, dan mampu mempertimbangkan tugas-tugas yang dapat dijalani sesuai dengan kemampuan yang dimiliki dengan persiapan diri yang matang. Segala bentuk pengalaman dalam kegiatan berwirausaha membuat seorang entrepreneur meningkatkan keyakinan dan kemampuan mereka yang menjadikan mereka meraih sukses dalam menjalankan wirausahanya.

Dalam penelitian ini Self efficacy menjadi suatu pendukung untuk keberhasilan usaha, Moeliono (1993:300) berpendapat bahwa keberhasilan identik dengan pendapatan, dengan begitu pendapatan merupakan salah satu kriteria bagi kegiatan usaha, yakni dapat dipergunakan untuk menilai keberhasilan usaha atau dapat dikatakan keberhasilan usaha adalah suatu kenyataan persesuaian antara rencana dengan proses pelaksanaannya dan hasil yang dicapai. Robbins (1994:58) menyatakan keberhasilan usaha harus dinilai sehubungan dengan pencapaian tujuan, yang dimaksud pencapaian tujuan yang popular adalah menghasilkan laba.

 

 
Tinggalkan komentar

Ditulis oleh pada April 2, 2012 inci Tulisanku

 

Tag: , ,